Kematian itu sungguh sangat cepat hadirnya. Ramai orang yang merayakan hari ulang tahunnya, padahal hari itu petanda kematian semakin dekat kepadanya. Bahkan ada yang sanggup meraikan sambutan hari lahir dengan majlis yang lara dan melalaikan. Seharusnya hari ulang tahun itu kita isi dengan muhasabah, menghisab diri kita; sudah berapa banyak kita beramal dan sudah berapa banyak dosa yang telah kita lakukan. Apakah amal soleh kita lebih banyak berbanding kejahatan yang pernah kita perbuat?
Tidak rugi kalau kita sering mengingati saat-saat kematian tiba, kejadian di alam barzah, dan hari kiamat, kerana hal di atas adalah petanda orang yang cerdas. Ibnu Umar RA berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Ansar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi SAW dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaekh Al Albaniy dalam Sahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)
Saat umur seseorang bertambah, saat itu hendaklah seluruh waktunya digunakan untuk mengumpulkan seluruh bekal dan mempersiapkan segalanya untuk menghadapi perjalanan nan panjang. Saat itulah ia harus yakin sepenuhnya bahawa satu hari dalam hidupnya adalah harta yang tidak ternilai, khususnya jika ia terus mengalami kemunduran dalam beramal kepada Allah SWT.
Dikisahkan, Imam Abdullah bin al-Mubarak pernah bertandang ke rumah temannya di malam hari. Tiba-tiba lilin di rumah temannya itu padam. Sang teman berusaha menyalakan kembali lilin itu. Setelah menyala, ia melihat Imam Abdullah menangis keasyikan. Ketika ditanya apa yang terjadi, Imam Abdullah berkata bahawa saat lilin padam, suasana menjadi gelap gelita, pada saat itulah ia merasakan suasana seperti di alam kubur.
Ulama-ulama soleh jika hati mereka mengeras, segera pergi mengunjungi tanah perkuburan. Bahkan ada di antara mereka yang membuat lubang kuburan di dalam rumahnya dan setiap malam tidur di lubang tersebut. Fungsinya untuk mengingatkannya pada kematian.
Suatu hari Abu Darda RA duduk di sebuah kuburan. Lalu ada yang menanyakan tindakannya itu. Maka dia menjawab, “Aku sedang duduk dekat dengan orang-orang yang mengingatkan tempat kembaliku, dan aku benar-benar sudah tidak ada agar mereka tidak menggunjingku.”
Maimun bin Mahran berkata, “Aku pergi ke sebuah kuburan bersama Umar bin Abdul Aziz. Tatkala dia melihat kuburan, maka dia menangis. Kemudian dia menghadap ke arahku dan berkata, ‘Hai Maimun, ini adalah kuburan nenek moyangku dari Bani Umayah, seakan-akan mereka tidak bergabung dengan kenikmatan dan kehidupan penghuni dunia. Tidakkah engkau melihat mereka kini terbaring tak berdaya, hancur dan dimakan ulat?’ Kemudian dia menangis, dan berkata lagi, ‘Demi Allah, aku tidak melihat seseorang yang lebih nikmat daripada orang-orang yang sudah berada di dalam kuburan ini dan dia terlindung dari siksa Allah’.”
Jika Ibnu Umar RA ingat kepada mati, maka dia menggigil seperti burung yang sedang menggigil. Setiap malam dia mengumpulkan para fuqaha, lalu mereka saling mengingatkan kematian dan hari kiamat, lalu mereka semua menangis, seakan-akan di hadapan mereka ada mayat.
Dari Abu Hurairah RA beliau berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelazatan’, iaitu kematian. (HR. At Tirmidzi, Syeikh Al Albaniy dalam Sahih An Nasa’iy 2/393 berkata : “hadits hasan shahih”)
Syeikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hafizhahullah menjelaskan perihal hadits di atas,
“Dianjurkan bagi setiap muslim, baik yang sihat mahupun yang sedang sakit, untuk mengingati kematian dengan hati dan lisannya. Kemudian memperbanyak hal tersebut, kerana zikrul maut (mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat maksiat, dan mendorong untuk berbuat ketaatan. Ini kerana kematian merupakan pemutus kelazatan. Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di kala sempit, dan mempersempit hati di kala lapang. Oleh kerana itu, dianjurkan untuk senantiasa dan terus menerus mengingati kematian.”
Allah SWT berfirman:
“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” (Ali Imran:134)
Jangan sampai kematian meragut jiwa kita, sedangkan kita belum siap menghadapinya, sebab ketidaksiapan di saat maut menyapa akan mendatangkan penyesalan berpanjangan.
“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal soleh) untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 23-24)
Ayuh kita segera muhasabah, saatnya kita gunakan sisa umur kita untuk mewujudkan obsesi tertinggi kita, “fiddunya hasanah wafilakhirati hasanah. Yaa Allah kami memohon redha dan syurga-Mu. Ya Allah kami berlindung diri dari murka dan neraka-Mu.” Amin…